Jumat, 15 Juli 2016

Museum Negeri Aceh dan Kunci Segala Macam Persoalan


#SELAMAT MALAM PARA KAWAN#
Menyimak info sekitar Museum Negeri Aceh dalam hubungannya
dengan Ketabahan dan Kesabaran sebagai Kunci Segala
Macam Persoalan)
___________________________________________________________











__________________

Kata Pengantar
__________________

"Museum Aceh didirikan pada masa pemerintahan Hindia
Belanda, yang pemakaiannya diresmikan oleh Gubernur
Sipil dan Militer Aceh Jenderal H.N.A. Swart pada
tanggal 31 Juli 1915".

Demikian wikipedia menginformasikan mengenai peresmian
Museum negri Aceh ini para kawan sekalian. Dan ini
artinya di Tahun 2015 yang lalu Museum Aceh itu sudah
berusia 100 Tahun.

Dan 100 Tahun itu sama artinya dengan 1A. Tahu Cleankan
apa maksudnya 1A...? ! 1 Abad maksudnya, macam mana
kita ini. Encer bikin isi kepala itu.

Para kawan sekalian...!

Adalah hebat dan hebat menurut saya-ba, jika ada museum
dapat berusia 100 Tahun. Hebatnya apa...?

Hebatnya adalah kemampuan masyarakat Aceh dalam menjaga
museum tersebut, sementara kita tahu Aceh itu adalah
salah satu Provinsi Indonesia yang punya persoalan
maragam-ragam, beracam-macam.

Tak usah-lah kita hitung berapa ragam-nya atau berapa
macamnya persoalan yang mendera masyarakat Aceh ini.

Tapi...!

Jika kita mau mencari sesuatu yang istimewa dari Aceh
ini dalam hubungannya dengan Agama Islam, maka penulis
ingin berkata :

"Kesabaran dan ketabahan adalah Kunci Segala Macam
persoalan". Dan itu-lah kunci masyarakat Aceh ini,
sehingga Museum mereka-pun dapat bertahan 100 Tahun.

Kawan-kawan sekalian...!

Bagus cara duduk Clean, Konsentrasikan Pikiran, Lupakan
Sejenak Utang Anda, Tarik Napas ...dan...dan...dan...

Berikut info sekitar Museum Negri Aceh.

Selamat menyimak...!


______________________________________________

Menyimak info Sekitar Museum Negri Aceh
______________________________________________












* Pengerian

Museum Aceh adalah sebuah museum etnografi dari suku
bangsa-suku bangsa asli yang mendiami Aceh.


* Sejarah











Museum Aceh didirikan pada masa pemerintahan Hindia
Belanda, yang pemakaiannya diresmikan oleh Gubernur
Sipil dan Militer Aceh Jenderal H.N.A. Swart pada
tanggal 31 Juli 1915.

Pada waktu itu bangunannya berupa sebuah bangunan Rumah
Tradisional Aceh (Rumoh Aceh). Bangunan tersebut berasal
dari Paviliun Aceh yang ditempatkan di arena Pameran
Kolonial (De Koloniale Tentoonsteling) di Semarang
pada tanggal 13 Agustus - 15 November 1914.

Pada waktu penyelenggaraan pameran di Semarang, Paviliun
Aceh memamerkan koleksi-koleksi yang sebagian besar
adalah milik pribadi F.W. Stammeshaus, yang pada tahun
1915 menjadi Kurator Museum Aceh pertama.

Selain koleksi milik Stammeshaus, juga dipamerkan koleksi-
koleksi berupa benda-benda pusaka dari pembesar Aceh,
sehingga dengan demikian Paviliun Aceh merupakan
Paviliun yang paling lengkap koleksinya.







Pada pameran itu Paviliun Aceh berhasil memperoleh 4
medali emas, 11 perak, 3 perunggu, dan piagam penghargaan
sebagai Paviliun terbaik.

Keempat medali emas tersebut diberikan untuk: pertunjukan,
boneka-boneka Aceh, etnografika, dan mata uang; perak
untuk pertunjukan, foto, dan peralatan rumah tangga.

Karena keberhasilan tersebut Stammeshaus mengusulkan
kepada Gubernur Aceh agar Paviliun tersebut dibawa
kembali ke Aceh dan dijadikan sebuah Museum.

Ide ini diterima oleh Gubernur Aceh Swart. Atas prakarsa
Stammeshaus, Paviliun Aceh itu dikembalikan ke Aceh,
dan pada tanggal 31 Juli 1915 diresmikan sebagai Aceh
Museum, yang berlokasi di sebelah Timur Blang Padang di
Kutaraja (Banda Aceh sekarang).

Museum ini berada di bawah tanggungjawab penguasa sipil
dan militer Aceh F.W. Stammeshaus sebagai kurator pertama.

Setelah Indonesia Merdeka, Museum Aceh menjadi milik
Pemerintah Daerah Aceh yang pengelolaannya diserahkan
kepada Pemerintah Daerah Tk. II Banda Aceh.

Pada tahun 1969 atas prakarsa T. Hamzah Bendahara,
Museum Aceh dipindahkan dari tempatnya yang lama (Blang
Padang) ke tempatnya yang sekarang ini, di Jalan
Sultan Alaidin Mahmudsyah pada tanah seluas 10.800 m2.








Setelah pemindahan ini pengelolaannya diserahkan kepada
Badan Pembina Rumpun Iskandarmuda (BAPERIS) Pusat.

Sejalan dengan program Pemerintah tentang pengembangan
kebudayaan, khususnya pengembangan permuseuman, sejak
tahun 1974 Museum Aceh telah mendapat biaya Pelita
melalui Proyek Rehabilitasi dan Perluasan Museum Daerah
Istimewa Aceh.

Melalui Proyek Pelita telah berhasil direhabilitasi bangunan
lama dan sekaligus dengan pengadaan bangunan-bangunan baru.

Bangunan baru yang telah didirikan itu gedung pameran tetap,
gedung pertemuan, gedung pameran temporer dan perpustakaan,
laboratorium dan rumah dinas.









Selain untuk pembangunan sarana/gedung Museum, dengan
biaya Pelita telah pula diusahakan pengadaan koleksi,
untuk menambah koleksi yang ada.

Koleksi yang telah dapat dikumpulkan, secara berangsur-
angsur diadakan penelitian dan hasilnya diterbitkan
guna dipublikasikan secara luas.

Sejalan dengan program Pelita dimaksud, Gubernur Kepala
Daerah Istimewa Aceh dan Badan Pembina Rumpun Iskandar
Muda (BAPERIS) Pusat telah mengeluarkan Surat Keputusan
bersama pada tanggal 2 september 1975 nomor 538/1976 dan
SKEP/IX/1976 yang isinya tentang persetujuan penyerahan
Museum kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayan untuk
dijadikan sebagai Museum Negeri Provinsi, yang sekaligus
berada di bawah tanggungjawab Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.











Kehendak Pemerintah Daerah untuk menjadikan Museum Aceh
sebagai Museum Negeri Provinsi baru dapat direalisir tiga
tahun kemudian, yaitu dengan keluarnya Surat Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
tanggal 28 Mei 1979, nomor 093/0/1979 terhitung mulai
tanggal 28 Mei 1979 statusnya telah menjadi Museum
Negeri Aceh.

Peresmiannya baru dapat dilaksanakan setahun kemudian
atau tepatnya pada tanggal 1 September 1980 oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Daoed Yoesoef.

Sesuai peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang
kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai
Daerah Otonomi pasal 3 ayat 5 butir 10 f, maka kewenangan
penyelenggaraan Museum Negeri Propinsi Daerah Istimewa Aceh
berada di bawah Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (sekarang Provinsi Aceh).

* Pengembangan









Sejalan dengan program pemerintah tentang pengembangan
kebudayaan, khususnya pengembangan permuseuman, sejak
tahun 1974 Museum Aceh telah mendapat biaya Pelita melalui
Proyek Rehabilitasi dan Perluasan Museum Daerah Istimewa Aceh.

Melalui Proyek Pelita telah berhasil direhabilitasi bangunan
lama dan sekaligus dengan pengadaan bangunan-bangunan baru.

Bangunan baru yang telah didirikan itu gedung pameran tetap,
gedung pertemuan, gedung pameran temporer dan perpustakaan,
laboratorium dan rumah dinas.

Selain untuk pembangunan sarana/gedung museum, dengan biaya
Pelita telah pula diusahakan pengadaan koleksi, untuk
menambah koleksi yang ada.

Koleksi yang telah dapat dikumpulkan, secara berangsur-
angsur diadakan penelitian dan hasilnya diterbitkan
guna dipublikasikan secara luas.

Sejalan dengan program Pelita dimaksud, Gubernur Kepala
Daerah Istimewa Aceh dan Badan Pembina Rumpun Iskandar
Muda (BAPERIS) Pusat telah mengeluarkan Surat Keputusan
bersama pada tanggal 2 september 1975 nomor 538/1976 dan
SKEP/IX/1976 yang isinya tentang persetujuan penp  
 
 $       ada Departemen Pendidikan dan Kebudayan untuk
dijadikan sebagai Museum Negeri Provinsi, yang sekaligus
berada di bawah tanggungjawab Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.









Kehendak Pemerintah Daerah untuk menjadikan Museum Aceh
sebagai Museum Negeri Provinsi baru dapat direalisir tiga
tahun kemudian, yaitu dengan keluarnya Surat Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
tanggal 28 Mei 1979, nomor 093/0/1979 terhitung mulai
tanggal 28 Mei 1979 statp  
    $     i Museum Negeri
Aceh. Peresmiannya baru dapat dilaksanakan setahun kemudian
atau tepatnya pada tanggal 1 September 1980 oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Daoed Yoesoef.

Sesuai peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang
kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai
Daerah Otonomi pasal 3 ayat 5 butir 10 f, maka kewenangan
penyelenggaraan Museum Negeri Provinsi Daerah Istimewa
Aceh berada di bawah Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi
Aceh (sekarang Provinsi Aceh).

* Pameran









1. Gedung Pameran Tetap

Gedung Pameran Tetap, merupakan perpaduan antara arsitektur
tradisional dengan arsitektur modern. Bentuk bangunan ini
merupakan modifikasi dari bentuk rumah tradisional Aceh.

Pada bagian depan bangunan Gedung Pameran Tetap terdapat
taman dan beberapa buah meriam besi peninggalan Belanda,
yang diperkirakan berasal dari abad ke-17.

2. Rumoh Atjeh

Rumah Aceh yang dibangun menyerupai rumah tempat tinggal
tradisional masyarakat Aceh, berbentuk rumah panggung.

Lantai bangunan ini dirancang setinggi 9 kaki atau lebih
dari permukaan tanah. Bersandar pada tiang-tiang penyangga
dari kayu dengan ruang kolong di bawahnya.


____________

Penutup
____________








Demikian infonya para kawan sekalian...!

Sekali lagi saya ingatkan, hal pokok yang bisa diambil
hikmahnya dari Keberadaan Museum Negri Aceh ini adalah
"Ketabahan dan Kesabaran Kunci Segala Macam Persoalan"

Bagaimana hebatnya-pun derita yang mendera atau berapa
rumitnya-pun problema hidup tetaplah hadapi dengan
ketabahan dan kesabaran, seperti halnya Museum Negri
Aceh itu.

Selamat malam...!









_______________________________________________________________
Cat :
100 Tahun Museum Aceh Video
https://www.youtube.com/watch?v=nFwnzw4m_4M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar