Senin, 11 Juli 2016

Museum Trowulan (Situs Trowulan) dan Pusat Informasi Majapahit


#SELAMAT MALAM PARA KAWAN#
(Menyimak info sekitar Museum Trowulan dan Situs
Trowulan Jawa Timur)
___________________________________________________








__________________

Kata Pengantar
__________________

Para kawan sekalian...!

Jika Cle'an bertanya, "Apakah Hubungan Situs dengan
Museum...?" maka penulis ingin menjawab, "Situs itu
adalah macam Bukti yang dapat berupa wilayah atau
harta benda mengenai kebenaran dari suatu peristiwa
atau sejarah".

Sedangkan museum adalah tempat menyimpanan macam
bukti-bukti tersebut (situs), yang bukan saja dapat
mendukung kebenaran dari suatu cerita tapi juga
dapat mengambakan alur sistematika suatu cerita
atau sejarah.

Museu dari suatu situs bisa saja berada diwilayah
dimana suatu situs ditemukan, tapi bisa juga di
luar wilayah dari situs tersebut.

Dengan kata lain...!

Suatu situs atau bukti mengenai keberadaan suatu
peristiwa bisa saja ditemukan di negara Belanda
tapi museumnya di Indonesia atau museumnya di
Negara Belanda, tapi situs ditemukannya di
Indonesia.

Para kawan sekalian...!

Berikut info Sikitar Museum Trowulan yang memang
berisi macam Situs Kerajaan Majapahit di wilayah
Trowulan.

Selamat menyimak...!
Dalam dukungan gambar animasi macam Situs majapahit
di Museum Trowulan.
________________________________

Sekilas info Situs Trowulan
________________________________

Situs Trowulan adalah kawasan kepurbakalaan dari periode
klasik sejarah Indonesia yang berada di Kecamatan Trowulan,
Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Berbagai temuan-temuan yang diangkat di sini menunjukkan
ciri-ciri pemukiman yang cukup maju. Berdasarkan kronik,
prasasti, simbol, dan catatan yang ditemukan di sekitar
kawasan tersebut, diduga kuat situs ini berhubungan dengan
Kerajaan Majapahit.

Kawasan berdirinya struktur-struktur besar (candi, makam,
dan kolam) mencakup wilayah sekitar 5 km × 5 km, dipotong
oleh jalan negara yang menghubungkan kota Jombang dan Surabaya.

Namun demikian, temuan-temuan yang terpendam diketahui
berada di luar kawasan tersebut dan mencakup kawasan lebih
luas, dengan ukuran 11 km × 9 km[1], sehingga mencakup
pula wilayah timur Kabupaten Jombang.

Situs Trowulan telah didaftarkan untuk menjadi Situs
Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 2009.


* Asal nama

Nama "Trowulan" diambil dari nama kecamatan tempat
ditemukannya mayoritas struktur besar yang ada.

Ada dua pendapat mengenai asal nama ini[2]. Pendapat
yang pertama, diajukan oleh Henri Maclaine Pont, adalah
dari asal "Setra Wulan". Pendapat lain, disebut dalam
Serat Darmagandhul pupuh XX, ada tempat bernama
"Sastrawulan", tempat Brawijaya, raja Majapahit,
meminta sebagai lokasi makamnya.

Kitab perjalanan dari Tiongkok, Yingyai Shenglan,
yang ditulis oleh anak buah Kapiten Cheng Ho, Ma Huan,
menyebutkan bahwa Man-The-Po-i (Majapahit) merupakan
kota yang sangat besar tempat raja bermukim[3].

Apakah yang dimaksud adalah pemukiman Trowulan tidak
ada yang menyebutkan, namun berbagai temuan memberikan
dugaan kuat keterkaitan ini.

* Deskripsi berdasarkan sumber kontemporer[



Menurut Prapanca dalam kitab Negarakertagama; keraton Majapahit
dikelilingi tembok bata merah yang tinggi dan tebal. Di
dekatnya terdapat pos tempat para punggawa berjaga.

Gerbang utama menuju keraton (kompleks istana) terletak di
sisi utara tembok, berupa gapura agung dengan pintu besar
terbuat dari besi berukir.

Di depan gapura utara terdapat bangunan panjang tempat
rapat tahunan para pejabat negara, sebuah pasar, serta
sebuah persimpangan jalan yang disucikan.

Masuk ke dalam kompleks melalui gapura utara terdapat
lapangan yang dikelilingi bangunan suci keagamaan. Pada
sisi barat lapangan ini terdapat pendopo yang dikelilingi
kanal dan kolam tempat orang mandi.

Pada ujung selatan lapangan ini terdapat jajaran rumah yang
dibangun diatas teras-teras berundak, rumah-rumah ini
adalah tempat tinggal para abdi dalem keraton.

Sebuah gerbang lain menuju ke lapangan ketiga yang dipenuhi
bangunan dan balairung agung. Bangunan ini adalah ruang
tunggu bagi para tamu yang akan menghadap raja.

Kompleks istana tempat tinggal raja terletak di sisi timur
lapangan ini, berupa beberapa paviliun atau pendopo yang
dibangun di atas landasan bata berukir, dengan tiang kayu
besar yang diukir sangat halus dan atap yang dihiasi ornamen
dari tanah liat.

Di luar istana terdapat kompleks tempat tinggal pendeta Shiwa,
bhiksu Buddha, anggota keluarga kerajaan, serta pejabat dan
ningrat (bangsawan). Lebih jauh lagi ke luar, dipisahkan
oleh lapangan yang luas, terdapat banyak kompleks bangunan
kerajaan lainnya, termasuk salah satunya kediaman Mahapatih
Gajah Mada. Sampai disini penggambaran Prapanca mengenai
ibu kota Majapahit berakhir.

Sebuah catatan dari China abad ke-15 menggambarkan istana
Majapahit sangat bersih dan terawat dengan baik. Disebutkan
bahwa istana dikelilingi tembok bata merah setinggi lebih
dari 10 meter serta gapura ganda.

Bangunan yang ada dalam kompleks istana memiliki tiang kayu
yang besar setinggi 10-13 meter, dengan lantai kayu yang
dilapisi tikar halus tempat orang duduk.

Atap bangunan istana terbuat dari kepingan kayu (sirap),
sedangkan atap untuk rumah rakyat kebanyakan terbuat dari
ijuk atau jerami.

Sebuah kitab tentang etiket dan tata cara istana Majapahit
menggambarkan ibu kota sebagai: "Sebuah tempat disitu kita
tidak usah berjalan melalui sawah".

Relief candi dari zaman Majapahit tidak menggambarkan
suasana perkotaan, akan tetapi menggambarkan kawasan
permukiman yang dikelilingi tembok.

Istilah 'kuwu' dalam Negarakertagama dimaksudkan sebagai
unit permukiman yang dikelilingi tembok, tempat penduduk
tinggal dan dipimpin oleh seorang bangsawan.

Pola permukiman seperti ini merupakan ciri kota pesisir
Jawa abad ke-16 menurut keterangan para penjelajah Eropa.
Diperkirakan ibu kota Majapahit tersusun atas kumpulan
banyak unit permukiman seperti ini.

* Penemuan

Reruntuhan kota kuno di Trowulan ditemukan pada abad ke-19.
Dalam laporan Sir Thomas Stamford Raffles yang menjabat sebagai
gubernur Jawa dari 1811 sampai 1816, disebutkan bahwa:
"Terdapat reruntuhan candi.... tersebar bermil-mil jauhnya
di kawasan ini."

Saat itu kawasan ini merupakan hutan jati yang lebat sehingga
survei dan penelitian yang lebih rinci tidak mungkin
dilaksanakan.

Meskipun demikian, Raffles, yang sangat berminat pada sejarah
dan kebudayaan Jawa, terpesona dengan apa yang dilihatnya
dan menjuluki Trowulan sebagai 'Kebanggaan Pulau Jawa'.

* Situs Arkeologi

Peta situs Trowulan. Titik merah adalah situs arkeologi,
warna biru muda adalah bekas kanal kuna.

Penggalian di sekitar Trowulan menunjukkan sebagian dari
permukiman kuno yang masih terkubur lumpur sungai dan
endapan vulkanik beberapa meter di bawah tanah akibat
meluapnya Kali Brantas dan aktivitas Gunung Kelud.

Beberapa situs arkeologi tersebar di wilayah Kecamatan
Trowulan. Beberapa situs tersebut dalam keadaan rusak,
sedangkan beberapa situs lainnya telah dipugar.
Kebanyakan bangunan kuno ini terbuat dari bahan bata merah.

* Candi Tikus

Kolam pemandian Candi Tikus
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Candi Tikus

Candi Tikus adalah kolam pemandian ritual (petirtaan).
Kolam ini mungkin menjadi temuan arkeologi paling menarik
di Trowulan. Nama 'Candi Tikus' diberikan karena pada saat
ditemukan tahun 1914, situs ini menjadi sarang tikus.

Dipugar menjadi kondisi sekarang ini pada tahun 1985 dan
1989, kompleks pemandian yang terbuat dari bata merah ini
berbentuk cekungan wadah berbentuk bujur sangkar.

Di sisi utara terdapat sebuah tangga menuju dasar kolam.
Struktur utama yang menonjol dari dinding selatan
diperkirakan mengambil bentuk gunung legendaris Mahameru.

Bangunan yang tidak lagi lengkap ini berbentuk teras-teras
persegi yang dimahkotai menara-menara yang ditata dalam
susunan yang konsentris yang menjadi titik tertinggi
bangunan ini.

* Gapura Bajang Ratu

Tidak jauh dari Candi Tikus, di desa Temon berdiri gapura
Bajang Ratu, sebuah gapura paduraksa anggun dari bahan
bata merah yang diperkirakan dibangun pada pertengahan
abad ke-14 M.

Bentuk bangunan ini ramping menjulang setinggi 16,5 meter
yang bagian atapnya menampilkan ukiran hiasan yang rumit.
Bajang ratu dalam bahasa Jawa berarti 'raja (bangsawan)
yang kerdil atau cacat.' Tradisi masyarakat sekitar
mengkaitkan keberadaan gapura ini dengan Raja Jayanegara,
raja kedua Majapahit.

Berdasarkan legenda ketika kecil Raja Jayanegara terjatuh
di gapura ini dan mengakibatkan cacat pada tubuhnya. Nama
ini mungkin juga berarti "Raja Cilik" karena Jayanegara
naik takhta pada usia yang sangat muda. Sejarahwan
mengkaitkan gapura ini dengan Çrenggapura (Çri Ranggapura)
atau Kapopongan di Antawulan (Trowulan), sebuah tempat suci
yang disebutkan dalam Negarakertagama sebagai pedharmaan
(tempat suci) yang dipersembahkan untuk arwah Jayanegara
yang wafat pada 1328.

* Gapura Wringin Lawang


Wringin Lawang terletak tak jauh ke selatan dari jalan utama
di Jatipasar. Dalam bahasa Jawa, "Wringin Lawang" berarti
"Pintu Beringin".

Gapura agung ini terbuat dari bahan bata merah dengan luas
dasar 13 x 11 meter dan tinggi 15,5 meter. Diperkirakan
dibangun pada abad ke-14. Gerbang ini lazim disebut bergaya
'candi bentar' atau tipe gerbang terbelah.

Gaya arsitektur seperti ini mungkin muncul pada era Majapahit
dan kini banyak ditemukan dalam arsitektur Bali. Kebanyakan
sejarahwan sepakat bahwa gapura ini adalah pintu masuk
menuju kompleks bangunan penting di ibu kota Majapahit.

Dugaan mengenai fungsi asli bangunan ini mengundang banyak
spekulasi, salah satu yang paling populer adalah gerbang
ini diduga menjadi pintu masuk ke kediaman Mahapatih
Gajah Mada.

* Candi Brahu

Di desa Bejijong terdapat Candi Brahu. Candi ini merupakan
satu-satunya bangunan suci tersisa yang masih cukup utuh
dari kelompok bangunan-bangunan suci yang pernah berdiri
di kawasan ini.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, di candi inilah
tempat diselenggarakan upacara kremasi (pembakaran jenazah)
empat raja pertama Majapahit.

Meskipun dugaan ini sulit dibuktikan, namun bukti fisik
menunjukkan bangunan ini merupakan bangunan suci peribadatan
yang diduga adalah bangunan suci untuk memuliakan anggota
keluarga kerajaan yang telah wafat.

Mengenai siapakah tokoh atau raja Majapahit yang dimuliakan
di candi ini masih belum jelas. Di dekat Candi Brahu
terdapat reruntuhan Candi Gentong.

* Makam Putri Cempa

Makam Putri Cempa adalah sebuah makam bercorak Islam yang
dipercaya masyarakat setempat merupakan makam salah satu
istri atau selir raja Majapahit yang berasal dari Champa.

Menurut tradisi lokal, Putri Cempa (Champa) yang wafat tahun
1448 adalah seorang muslimah yang menikahi salah seorang
raja Majapahit terakhir yang akhirnya berhasil dibujuknya
untuk masuk Islam.

* Kolam Segaran

Kolam Segaran adalah kolam besar berbentuk persegi panjang
dengan ukuran 800 x 500 meter persegi. Nama 'Segaran' berasal
dari bahasa Jawa segara yang berarti 'laut', mungkin
masyarakat setempat mengibaratkan kolam besar ini sebagai
miniatur laut.

Tembok dan tanggul bata merah mengelilingi kolam yang
sekaligus memberi bentuk pada kolam tersebut. Saat ditemukan
oleh Henry Maclaine Pont pada tahun 1926, struktur tanggul
dan tembok bata merah tertimbun tanah dan lumpur.

Pemugaran dilakukan beberapa tahun kemudian dan kini kolam
Segaran difungsikan oleh masyarakat setempat sebagai tempat
rekreasi dan kolam pemancingan.

Fungsi asli kolam ini belum diketahui, akan tetapi penelitian
menunjukkan bahwa kolam ini memiliki beberapa fungsi, antar
lain sebagai kolam penampungan untuk memenuhi kebutuhan air
bersih penduduk kota Majapahit yang padat, terutama pada
saat musim kemarau. Dugaan populer lainnya adalah kolam ini
digunakan sebagai tempat mandi dan kolam latihan renang prajurit
Majapahit, di samping itu kolam ini diduga menjadi bagian
taman hiburan tempat para bangsawan Majapahit menjamu para
duta dan tamu kerajaan.

* Candi Menak Jingga

Di sudut timur laut kolam Segaran terdapat reruntuhan Candi
Menak Jingga. Bangunan ini kini hanya tersisa reruntuhannya
berupa bebatuan yang terpencar dan fondasi dasar bangunan
yang masih terkubur di dalam tanah. Pemugaran candi ini
tengah berlangsung.

Keunikan bangunan ini adalah bangunan ini terbuat dari batu
andesit pada lapisan luarnya, sedangkan bagian dalamnya terbuat
dari bata merah. Hal yang paling menarik dari bangunan ini
adalah pada bagian atapnya terdapat ukiran makhluk ajaib yang
diidentifikasi sebagai Qilin, makhluk ajaib dalam mitologi China.

Temuan ini mengisyaratkan bahwa terdapat hubungan budaya yang
cukup kuat antara Majapahit dengan Dinasti Ming di China.
Tradisi setempat mengkaitkan reruntuhan ini dengan pendopo
(paviliun) Ratu Kencana Wungu, ratu Majapahit dalam kisah
Damarwulan dan Menak Jingga.

* Situs Watu Umpak

Di Situs Watu Umpak, terdapat beberapa alas batu tempat
mendirikan tiang kayu. Diperkirakan merupakan bagian dari
bangunan kayu. Karena terbuat dari bahan organik, bangunan
kayu telah musnah dan hanya menyisakan alas batu.

* Makam Troloyo

Di kompleks Makam Troloyo Desa Sentonorejo ditemukan beberapa
batu nisan bercorak Islam. Kebanyakan batu nisan tersebut
berangka tahun 1350 dan 1478.

Temuan ini membuktikan bahwa komunitas muslim bukan hanya
telah hadir di Jawa pada pertengahan abad ke-14, tapi juga
sebagai bukti bahwa agama Islam telah diakui dan dianut oleh
sebagian kecil penduduk ibu kota Majapahit.

Penduduk setempat percaya bahwa di makam Troloyo terdapat
makam Raden Wijaya. Setiap hari Jumat Legi diadakan ziarah
di makam ini.

* Situs lainnya

Situs penting lainnya antara lain:

Balong Bunder
Balai Penyelamatan
Situs pengrajin emas dan perunggu
Nglinguk
Candi Kedaton
Sentonorejo
Candi Sitinggil
Candi Jedong

* Rumah

Penggalian arkeologi mengungkapkan lantai bata dan dinding
permukiman. Dalam beberapa kasus ditemukan dua atau tiga
lapisan bangunan yang bertumpuk. Permukiman ini dilengkapi
dengan sumur dan saluran air. Ditemukan pula tempat
penyimpanan air dan sumur yang dibatasi susunan bata
dan tembikar.

* Industri

Banyak perhiasan emas yang berasal masa ini telah ditemukan
di Jawa Timur. Meskipun tidak terdapat banyak tambang emas
di Jawa, impor emas dari Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi
memungkinkan pengrajin emas untuk berproduksi dan bekerja
di Jawa.

Salah satu desa di Trowulan disebut Kemasan, yang berasal
dari kata mas yang berarti emas. Perhiasan emas serta
peralatan pengrajin emas ditemukan di dekat daerah ini.

Mangkuk tembikar kecil yang mungkin pernah digunakan untuk
melumerkan emas, alas tempa perunggu serta batu rata bundar
berkaki tiga yang digunakan sebagai alas untuk menempa dan
mengukir logam. Sejumlah besar tanah liat yang digunakan
untuk melumerkan dan mencetak perunggu juga ditemukan di
dusun Pakis.

Beberapa perunggu digunakan untuk mencetak uang gobog, koin
besar yang sering digunakan sebagai azimat. Beberapa benda
logam lain juga ditemukan, diantaranya lampu perunggu
berukir, wadah air, genta, dan benda-benda lain yang mungkin
digunakan untuk upacara keagamaan dan instrumen musik
gendang perunggu. Benda serupa yang terbuat dari kayu dan
bambu masih dapat ditemukan di Jawa dan Bali.

Banyak juga ditemukan peralatan besi yang mungkin
didatangkan ke Jawa karena Jawa memiliki sedikit
tambang bijih besi.

* Uang dan Pasar

Naskah Nawanatya menyebutkan mengenai pejabat kerajaan yang
bertugas untuk melindungi pasar. 'Delapan ribu keping uang
tunai tiap harinya' diterima pejabat ini.

Uang tunai yang dimaksud dalam naskah ini adalah uang kepeng
Cina, yang menjadi mata uang resmi Majapahit sejak tahun 1300,
menggantikan sebagian fungsi mata uang emas dan perak yang
telah digunakan selama berabad-abad.

Uang logam atau koin China ini disukai karena tersedia
dalam nilai kecil atau uang receh, sangat cocok untuk
transaksi sehari-hari di pasar.

Temuan ini menggambarkan perubahan ekonomi di Trowulan
yang ditandai dengan munculnya usaha dan pekerjaan yang
lebih terspesialisasi, pembayaran dengan upah, dan perolehan
barang kebutuhan sehari-hari dengan cara jual-beli.

Bukti penting persepsi masyarakat Jawa abad ke-14 terhadap
uang tergambarkan dalam wujud celengan babi dengan lubang
di punggungnya untuk memasukkan uang logam.

Hubungan antara figur babi dengan wadah uang sangat jelas.
Dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, kata 'celengan'
dapat berarti wadah tepat menyimpan uang atau menabung.
Sedangkan akar katanya sendiri 'celeng' yang berarti babi
hutan. Wadah uang dalam bentuk lain juga ditemukan.

* Tembikar

Seni tembikar adalah kegiatan utama masyarakat Majapahit.
Kebanyakan perabot tembikar digunakan untuk keperluan rumah
tangga, seperti untuk memasak atau wadah penyimpanan,
dengan hiasan terbatas pada bentuk garis-garis cat merah.

Lampu minyak kelapa dari tembikar juga umum ditemukan.
Tembikar terhalus buatannya umumnya berupa wadah seperti
gentong, guci, dan kendi dengan dinding yang tipis,
bentuk yang indah, serta permukaan halus berkilau warna
merah yang didapat dengan cara pengampelasan baik sebelum
atau sesudah pembakaran. Karya tembikar ini dipastikan
sebagai hasil karya pengrajin tembikar yang mahir dan
profesional. Wadah air adalah produk tembikar urban utama
Majapahit dan banyak gentong air bulat ditemukan.

Ada pula wadah air berbentuk kotak yang dihiasi motif
pemandangan bawah air dan pemandangan lainnya.

Patung tembikar dari tanah liat diproduksi dalam jumlah
besar dan menggambarkan banyak hal, mulai dari figur
dewa, manusia, hewan, miniatur bangunan, dan pemandangan.

Fungsi pastinya belum diketahui, mungkin memiliki banyak
fungsi. Beberapa figur tanah liat mungkin merupakan
bagian dari kuil kecil tempat persembahyangan di masing-
masing rumah penduduk seperti yang kini ada di Bali.

Contoh dari barang tembikar dalam bentuk miniatur bangunan
dan hewan juga ditemukan di dekat bangunan suci di Gunung
Penanggungan. Beberapa figur lainnya merupakan
penggambaran yang jenaka atas orang-orang asing dan
pendatang di Majapahit, mungkin secara sederhana juga
digunakan sebagai mainan anak-anak.

* Taman Majapahit

Menjelang akhir tahun 2008, pemerintah Indonesia
menyeponsori eksplorasi besar-besaran di situs yang
dipercaya sebagai bekas lokasi istana Majapahit.

Jero Wacik, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik
Indonesia menyatakan bahwa Taman Majapahit akan dibangun
di kawasan ini dan akan rampung pada tahun 2009.

Pembangunan kawasan ini bertujuan untuk mencegah kerusakan
situs Trowulan akibat industri pembuatan bata rumahan
yang tumbuh banyak di kawasan ini.

Taman Majapahit ini memperluas area Museum Trowulan
yang telah ada dan menjadi sarana wisata edukasi dan
rekreasi yang bertema sejarah Majapahit.

Akan tetapi, proyek ini menimbulkan kontroversi dan
mengundang protes dari arkeolog dan sejarahwan karena
pembangunan fondasi bangunan Pusat Informasi Majapahit
di sebelah selatan Museum Trowulan telah merusak situs
arkeologi tersebut.

Struktur tembok bata dan sumur jobong yang sangat berharga
berserakan dan rusak di lokasi pembangunan.

Pemerintah berdalih bahwa metode penggalian yang diterapkan
tidak merusak situs jika dibandingkan dengan metode pengeboran.

Sejak saat itu pembangunan Taman Majapahit ditunda untuk
meneliti dampak pembangunan terhadap situs arkeologi.

________________________________

Galeri Museum Trowulan
________________________________













______________

Penutup
______________

Demikian infonya para kawan sekalian...!

Kiranya info ini dapat menguatkan pengetahuan kita yang
selama ini mungkin belum begitu kuat. masih samar-samar
karena info yang tersedia hanya info apa kata buku dan
apa kata guru.

Sedangkan Sekarang...!

Justru apa kata Arkeolog seorang ahli dibidangnya yang
bukan saja hanya bisa ngomong tapi juga bisa memberi
bukti. Dan Bapak Aris S ini salah seorang Arkeolog itu
yang siap memberikan info kepada anda seputar Kerajaan
Majapahit Tempoe Doeloe.

Selamat malam...!









______________________________________________________________
Cat :
musium trowulan majapahit



Tidak ada komentar:

Posting Komentar